Salah satu unsur wakaf adalah adanya nadzir. Lalu apa pengertian, tugas, dan siapa orang yang berhak menunjuknya?
Nadzir berasal dari kata kerja bahasa Arab nadzara-yandzuru-nadzran yang mempunyai arti menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasif. Adapun nadzir adalah isim fa’il dari kata nadzir yang kemudian dapat diartikan dalam bahasa Indonesia dengan pengawas (penjaga). Sedangkan nadzir wakaf atau biasa disebut nadzir adalah orang yang diberi tugas untuk mengelola wakaf.
Nadzir wakaf adalah orang atau badan hukum yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sesuai dengan wujud dan tujuan wakaf tersebut. Sedangkan menurut undang-undang nomor 41 tahun 2004 pasal 1 ayat (4) tentang wakaf menjelaskan bahwa Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Baca juga: Berapakah Besaran Infaq dari Gaji yang Dianjurkan?
Tugas Dan Kewajiban Nadzir
Sesuai dengan UU wakaf No. 41 tahun 2004, seorang nadzir, baik perseorangan, organisasi atau badan hukum memiliki beberapa tugas sebagai berikut:
- Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf
- Menjaga, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, sesuai dengan tujuan, fungsi peruntukannya.
- Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf
- Melaporkan pelaksanaan berbagai kegiatan dalam rangka menumbuh kembangkan harta wakaf dimaksud. Pada intinya, baik nadzir perseorangan, organisasi ataupun badan hukum memiliki kewajiban yang sama, yaitu memegang amanat untuk memelihara, mengurus dan menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuannya.
Siapa orang yang berhak menunjuk Nadzir Wakaf?
Dalam pembahasan fikih dijelaskan bahwa wakif berhak menunjuk nadzir dan boleh menunjuk dirinya sendiri atau orang lain. Berikut penjelasannya.
- Wakif menunjuk nadzir wakafnya
Asy-Syirazî mengatakan, ”Pengelolaan wakaf mengikuti ketentuan Wakif.” Dasar hak wakif menunjuk nadzir wakafnya ialah praktik kenadziran wakaf pada masa Rasulullah saw dan masa sahabat. Pada masa itu, yang menunjuk nadzir adalah wakif sendiri. Asy-Syirâzî menyatakan, “Dasarnya ialah karena para sahabat berwakaf dan menunjuk orang yang menjadi nadzir atas harta wakaf mereka.”
Di antara para sahabat Nabi yang mewakafkan hartanya lalu menjadi nadzir atas wakafnya ialah Umar bin Khaththab r.a., Ali bin Abu Thalib r.a., dan Fatimah r.a.
Buktinya, Umar r.a. berwakaf sesuai petunjuk Nabi saw dan—sepanjang pengetahuan kami—ia tetap menjadi nadzir wakafnya sampai ia wafat. Begitu pula Ali tetap menjadi nadzir wakafnya sampai wafat. Demikian juga Fatimah tetap menjadi nadzir wakafnya sampai wafat.
Penunjukan nadzir oleh wakif sendiri merupakan hak, bukan kewajiban. Buktinya, para fuqaha membahas kemugkinan wakif tidak menunjuk nadzir bagi harta wakafnya, sebagaimana akan dijelaskan.
Baca juga: Pengertian dan Perbedaan Al-Quran dan Hadits Serta Fungsi Hadits Terhadap Al-Quran
- Wakif dapat menunjuk dirinya sendiri atau orang lain
Sesuai dengan hak wakif untuk menunjuk nadzir wakafnya, maka ada wakif yang menunjuk dirinya sendiri maupun menunjuk orang lain sebagai nadzir wakafnya. Wakif boleh menunjuk dirinya sendiri menjadi nadzir wakafnya. Wakif juga boleh menunjuk orang lain menjadi nadzir bagi wakafnya.
Al-Muthi‘î mengatakan, “Jika wakif boleh menunjuk dirinya sendiri menjadi nadzir wakafnya atau menunjuk orang lain menjadi nadzir wakafnya, maka penunjukannya tersebut diikuti dan dilaksanakan, seperti syarat-syarat lain yang ditentukannya.
- Wakif dapat menunjuk lebih dari satu orang lain sebagai nadzir
Wakif dapat menunjuk orang lain sebagai nadzir wakafnya. Di antara yang menarik perhatian dalam hal ini ialah:
- Wakif dapat menunjuk lebih dari satu orang sebagai nadzir wakafnya
- Penolakan calon wakil
Bagaimana jika calon yang dikemukakan wakif tidak memenuhi syarat? Bolehkah hal itu ditolak? Jika boleh ditolak, siapa yang layak menjadi penggantinya?
Al-Muthi‘î mengatakan, ”Jika wakif menunjuk dua orang anaknya yang paling utama sebagai nadzir wakafnya, tetapi ternyata hanya satu orang saja dari anaknya yang mempunyai keutamaan menjadi nadzir, maka anaknya yang tidak mempunyai keutamaan menjadi nadzir perlu diganti. Yang berwenang menggantinya adalah hakim (di pengadilan). Jadi, nadzirnya tetap dua orang karena wakif ingin agar nadzir wakafnya terdiri atas dua orang.”
- Wakif tidak menunjuk nadzir
Jika wakif tidak menggunakan haknya untuk menunjuk dirinya sendiri maupun orang lain menjadi nadzir wakafnya, siapakah yang menjadi nadzir wakafnya?
Baca juga: 4 Hikmah Zakat, Wujud Syukur hingga Jadi Benteng Harta
Asy-Syirâzî menyatakan, “Kalau wakif tidak menunjuk nadzir wakafnya, para ahli fikih mazhab Syafii berbeda pendapat tentang penunjukan nadzir wakafnya. Pertama, diserahkan kepada wakif karena hak melaksanakan tugas pengelolaan wakaf ada pada wakif. Kalau wakif tidak menunjuk siapa yang menjadi nadzirnya, maka tugas pengelolaannya kembali kepada wakif sendiri. Kedua, diserahkan kepada mauquf alaih karena hasil wakaf yang diberikan kepadanya menjadi haknya. Jadi, tugas pengelolaannya menjadi haknya juga. Ketiga, diserahkan kepada hakim (qadhi) karena hak mauquf alaih dan hak orang berikutnya terkait dengan hakim. Dengan demikian, hakim lebih berhak daripada yang lain untuk menjadi nadzir.”
Pandangan fikih di atas memberikan peluang kepada pengatur perwakafan dalam mengatur pengangkatan nadzir sehingga harta wakaf dapat diserahkan kepada wakif, mauquf alaih, hakim, maupun pihak lain.
BSI Maslahat adalah lembaga Amil Zakat Nasional mitra strategis dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) yang terdepan dalam menguatkan ekosistem ekonomi syariah.