Bahaya Tidak Membayar Hutang Padahal Mampu 

Dalam kehidupan bermasyarakat, hutang piutang adalah hal yang lazim terjadi. Adakalanya seseorang meminjam uang atau barang kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan mendesak atau mengembangkan usaha. Islam sangat menekankan pentingnya menjaga amanah dalam hal hutang piutang. Namun, seringkali kita jumpai fenomena orang yang mampu (kaya) justru menunda-nunda pembayaran hutangnya.  

Literasi dan Edukasi Hutang Piutang 

Literasi keuangan yang baik adalah kunci untuk mengelola hutang dengan bijak. Seseorang yang memiliki literasi keuangan yang baik akan memahami: 

  1. Pentingnya Pencatatan: Setiap transaksi hutang piutang harus dicatat dengan rinci, termasuk jumlah, jangka waktu, dan kesepakatan lainnya. 
  1. Prioritas Pembayaran: Hutang harus diprioritaskan pembayarannya, terutama jika sudah jatuh tempo. 
  1. Manajemen Keuangan: Kemampuan mengelola keuangan agar tidak terus menerus bergantung pada hutang. 

Edukasi tentang hutang piutang juga penting untuk menumbuhkan kesadaran akan tanggung jawab moral dan hukum. Masyarakat perlu diedukasi tentang dampak negatif menunda pembayaran hutang, baik bagi diri sendiri maupun bagi pihak yang memberikan pinjaman. 

Hukum Islam tentang Hutang 

Dalam Islam, menunda pembayaran hutang padahal mampu adalah perbuatan zalim dan dosa besar. Rasulullah SAW bersabda: 

“مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ” 

“Menunda-nunda (pembayaran hutang) oleh orang yang mampu adalah suatu kezaliman.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Hadits ini sangat jelas menunjukkan bahwa orang kaya yang sengaja menunda pembayaran hutang adalah orang yang zalim. Kezaliman ini tidak hanya merugikan pihak yang memberikan pinjaman, tetapi juga merusak tatanan sosial dan ekonomi masyarakat. 

Dalil Al-Quran tentang Hutang Piutang 

Al-Quran juga memberikan panduan yang jelas tentang hutang piutang. Salah satu ayat yang sering dikutip adalah: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۚ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ 

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), supaya jika seorang di antara kedua perempuan itu lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu pelunasannya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih mendekatkan kamu kepada tidak (menimbulkan) keraguan, kecuali jika itu adalah perniagaan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan bagimu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282) 

Ayat ini memberikan panduan lengkap tentang bagaimana seharusnya transaksi hutang piutang dilakukan, termasuk pentingnya pencatatan, saksi, dan kejujuran. Sengaja Menunda Pelunasan? Awas Bahaya Dunia-Akhirat! 

Sangat bahaya dan rugi dunia-akhirat, jika sengaja menunda membayar hutang padahal mampu. Berikut beberapa hal tersebut:

1. Jika meninggal dan membawa hutang, ia akan terhalang masuk surga meskipun mati syahid

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, 

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ رَجُلاً قُتِلَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيِىَ ثُمَّ قُتِلَ مَرَّتَيْنِ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ 

Demi yang jiwaku ada ditanganNya, seandainya seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu dia terbunuh lagi dua kali, dan dia masih punya hutang, maka dia tidak akan masuk surga sampai hutangnya itu dilunasi.HR. Ahmad No. 22546, An Nasa’i No. 4684 

2. Keadaannya atau nasibnya menggantung/ tidak jelas atau tidak pasti apakah akan selamat atau binasa 

Tentu kita sangat tidak senang dengan ketidakpastian, apalagi urusannya adalah di akhirat nanti yaitu antara surga atau neraka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, 

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ 

Jiwa seorang mukmin tergantung karena hutangnya, sampai hutang itu dilunaskannya.HR. At Tirmidzi No. 1079 

Syaikh Abul ‘Ala Al-Mubarfkafuri rahimahullah menjelaskan hadits ini, 

قال السيوطي أي محبوسة عن مقامها الكريم وقال العراقي أي أمرها موقوف لا حكم لها بنجاة ولا هلاك حتى ينظر هل يقضى ما عليها من الدين أم لا انتهى 

“Berkata As Suyuthi, yaitu  orang tersebut tertahan untuk mencapai tempatnya yang mulia. Sementara Imam Al ‘Iraqi mengatakan urusan orang tersebut terhenti (tidak diapa-apakan), sehingga tidak bisa dihukumi sebagai orang yang selamat atau binasa, sampai ada kejelasan nasib hutangnya itu sudah dibayar atau belum.” Tuhfah Al Ahwadzi, 4/164, Darul Kutub Al-ilmiyah, Beirut, Syamilah

3. Sahabat yang punya hutang tidak dishalati oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal shalat beliau adalah syafaat

Dari Jabir radhiallahu ‘anhu, dia berkata, 

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُصَلِّي عَلَى رَجُلٍ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَأُتِيَ بِمَيِّتٍ فَقَالَ أَعَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوا نَعَمْ دِينَارَانِ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ 

Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menshalatkan laki-laki yang memiliki hutang. Lalu didatangkan mayit ke hadapannya. Beliau bersabda: “Apakah dia punya hutang?”  Mereka menjawab: “Ya, dua dinar. Beliau bersabda,“Shalatlah untuk sahabat kalian.HR. Abu Daud No. 3343 

Maksudnya adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam ingin menjelaskan kepada para sabatnua bahwa, hutang sangat tidak layak ditunda dibayar sampai meninggal, padahal ia sudah mampu membayarnya. 

4. Orang yang berhurang dan berniat tidak mau melunasi , akan bertemu dengan Allah dengan status sebagai pencuri

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

ﺃَﻳُّﻤَﺎ ﺭَﺟُﻞٍ ﻳَﺪَﻳَّﻦُ ﺩَﻳْﻨًﺎ ﻭَﻫُﻮَ ﻣُﺠْﻤِﻊٌ ﺃَﻥْ ﻻَ ﻳُﻮَﻓِّﻴَﻪُ ﺇِﻳَّﺎﻩُ ﻟَﻘِﻰَ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺳَﺎﺭِﻗًﺎ 

“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” HR. Ibnu Majah no.2410

5. Status berhutang membuat pelakunya mendapatkan kehinaan di siang hari dan kegelisahan di malam hari

Umar bin Abdul Aziz berkata, 

ﻭﺃﻭﺻﻴﻜﻢ ﺃﻥ ﻻ ﺗُﺪﺍﻳﻨﻮﺍ ﻭﻟﻮ ﻟﺒﺴﺘﻢ ﺍﻟﻌﺒﺎﺀ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﺪّﻳﻦ ﺫُﻝُّ ﺑﺎﻟﻨﻬﺎﺭ ﻭﻫﻢ ﺑﺎﻟﻠﻴﻞ، ﻓﺪﻋﻮﻩ ﺗﺴﻠﻢ ﻟﻜﻢ ﺃﻗﺪﺍﺭﻛﻢ ﻭﺃﻋﺮﺍﺿﻜﻢ ﻭﺗﺒﻖ ﻟﻜﻢ ﺍﻟﺤﺮﻣﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﺎ ﺑﻘﻴﺘﻢ 

“Aku wasiatkan kepada kalian agar tidak berhutang, meskipun kalian merasakan kesulitan, karena sesungguhnya hutang adalah kehinaan di siang hari kesengsaraan di malam hari, tinggalkanlah ia, niscaya martabat dan harga diri kalian akan selamat, dan masih tersisa kemuliaan bagi kalian di tengah- tengah manusia selama kalian hidup.” (Umar bin Abdul Aziz Ma’alim Al Ishlah wa At Tajdid, 2/71) 

Bagi yang memang harus berhutang karena terpaksa dan darurat, tidak perlu terlalu khawatir karena jika memang terpaksa dan berniat benar-benar membayar, maka akan dibantu oleh Allah. Ancaman tersebut bagi orang yang punya harta dan berniat tidak membayarnya. 

Al-Munawi menjelaskan, 

والكلام فيمن عصى باستدانته أما من استدان حيث يجوز ولم يخلف وفاء فلا يحبس عن الجنة شهيدا أو غيره 

“Pembicaraan mengenai hal ini berlaku pada siapa saja yang mengingkari hutangnya. Ada pun bagi orang yang berhutang dengan cara yang diperbolehkan dan dia tidak menyelisihi janjinya, maka dia tidaklah terhalang dari surga baik sebagai syahid atau lainnya.” (Faidhul Qadir, 6/463, Maktabah At-Tijariyah, Mesir, cet.I, 1356 H, syamilah) 

Ash-Shan’ani juga menegaskan demikian, yaitu bagi mwreka yang berhutang tapi berniat tidak mau melunasinya. Beliau berkata 

ويحتمل أن ذلك فيمن استدان ولم ينو الوفاء 

“Yang demikian itu diartikan bagi siapa saja yang berhutang namun dia tidak berniat untuk melunasinya.” (Subulus Salam 2/71, Darul Hadits, syamilah) 

Menunda pembayaran hutang oleh orang yang mampu adalah perbuatan zalim yang dilarang dalam Islam. Perbuatan ini tidak hanya merugikan pihak yang memberikan pinjaman, tetapi juga merusak tatanan sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya membayar hutang tepat waktu. Dengan literasi keuangan yang baik, edukasi yang memadai, dan penegakan hukum yang tegas, diharapkan masalah ini dapat diatasi dan masyarakat dapat hidup dalam harmoni dan keberkahan. 

Semoga Allah menjauhkan kita semua dari hutang.