BSI Maslahat, Jakarta – Malam itu, di tahun 2011, seharusnya menjadi perjalanan pulang biasa bagi Sanaji menuju kampung halamannya di Indramayu. Namun takdir berkata lain. Sepeda motor yang ia kendarai tersenggol badan truk tronton di jalur Pantura, membuatnya terjatuh dan kaki kanannya terlindas. Luka sobek yang parah dan pendarahan hebat membuat situasi semakin mencekam. Dalam kondisi sadar, Sanaji hanya bisa menahan sakit dan berharap ada yang menolong.
Kecelakaan itu menjadi titik kelam dalam hidupnya. “Setelah diamputasi, beberapa hari kemudian saya pernah mencoba mengakhiri hidup. Saya pikir, keluarga sudah mengeluarkan biaya setiap waktu, jadi lebih baik saya enggak ada saja,” kenang Sanaji, suaranya bergetar mengingat masa-masa itu.
Sanaji dan Keluarga Tegar di Tengah Ujian
Baca Juga: Memperkuat Kepemimpinan Penyandang Disabilitas untuk Masa Depan yang Inklusif dan Berkelanjutan
Istrinya saat itu belum bisa langsung menemaninya di rumah sakit karena jarak dan keterbatasan biaya. Namun, dukungan datang dari orang tua yang menguatkan hatinya: “Banyak yang lebih parah dari kamu dan masih bisa menafkahi keluarga.” Atasan di tempat kerja juga memberinya harapan, memastikan bahwa ia tetap bisa bekerja sebagai seorang security meski dalam keterbatasan fisik.
Sopir truk yang menabraknya hanya mampu memberi ganti rugi sebesar Rp5 juta. Sanaji dan keluarganya memilih memaafkan, meski kerugian fisik dan mental yang dialaminya tak ternilai.
Trauma pasca-kecelakaan membuat Sanaji tak lagi berani mengendarai motor. Ia bergantung pada istri dan anaknya untuk antar jemput, meski anaknya saat itu masih kecil. Pernah, dengan hati berat, ia menawarkan agar sang istri mencari pasangan lain yang lebih sempurna. Namun, sang istri tetap bertahan, memilih menemani Sanaji dalam suka maupun duka.
“Sedih sekali kalau ingat pada waktu itu, perjuangan istri dan anak saya mengantar saya bekerja, hujan hujanan dari Cinere sampai Antasari setiap sehari,” ujarnya lirih.
Harapan Baru dari Sebuah Kaki Palsu
Bagi Sanaji, kaki palsu bukan hanya alat bantu, melainkan pintu menuju kemandirian. Dengan kaki palsu, ia kembali bisa mengendarai motor dan beraktivitas lebih leluasa. Namun, seiring waktu, kaki palsunya mulai aus dan tidak nyaman digunakan.
Kebutuhan mengganti kaki palsu menjadi hal mendesak — bukan hanya karena kerusakan, tetapi juga demi kenyamanan dan fungsionalitas. Tahun ini, harapan itu kembali menyala. Sanaji menjadi salah satu penerima bantuan kaki palsu dari BSI Maslahat.
Tahap pengukuran sudah dijalaninya. Proses ini penting agar kaki palsu dapat menyesuaikan bentuk tubuh pengguna, memberikan kenyamanan optimal, dan membantu menjalani kehidupan sehari-hari dengan lebih percaya diri.
Bagi sebagian orang, kaki palsu mungkin hanya sebuah alat, namun bagi Sanaji, ia adalah simbol dari kesempatan kedua untuk berjalan, bekerja, dan menjalani hidup. Dengan bantuan ini, Sanaji berharap bisa terus memberikan yang terbaik untuk keluarganya, tanpa lagi merasa menjadi beban.
“Terimakasih kepada BSI Maslahat semoga semakin maju dan menebarkan manfaat seluas-luasnya, semoga semakin sukses selalu,” tutup Sanaji.
Baca Juga: BSI Maslahat dan BSI Berbagi Kebahagiaan Melalui Parcel Lebaran Untuk Disabilitas di Surabaya