Wajib Tahu! Ini Sejarah, Perkembangan dan Dalil Terkait Wakaf dalam Islam

Berdasarkan Buku berjudul ‘Hukum Perwakafan di Indonesia’ menunjukkan bahwa ada dua pendapat dari para fuqaha tentang siapa sebenarnya yang pertama kali melaksanakan wakaf. Menurut pendapat pertama, sebagian ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf ini adalah Rasulullah SAW, dimana beliau mewakafkan tanahnya untuk kemudian dibangun masjid Quba. Masjid ini dikenal sebagai masjid pertama yang dibangun Rasulullah setelah hijrah ke Madinah.

Sejarah Wakaf Pada Masa Rasulullah SAW

Masjid Quba ini dibangun di tahun 622, terletak sekitar 400 kilometer dari utara Kota Makkah. Masjid inilah yang Allah SWT sebut sebagai masjid yang didirikan atas dasar takwa, sebagaimana tercantum di dalam QS. At-Taubah ayat 108 yang artinya:

Janganlah engkau melaksanakan salat dalam masjid itu selama-lamanya. Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih.”

Kemudian enam bulan berikutnya, Rasulullah SAW mewakafkan ketujuh kebun kurma di Madinah yang dibeli dari dua anak yatim Bani Najjar senilai 800 dirham. Di tanah inilah dibangun Masjid Nabawi. Hal ini berdasarkan keterangan sebagaimana yang disampaikan dari Hadits Rasulullah SAW berikut:

Dari Abu At Tayyah dari Anas r.a berkata: Nabi shallallahu’alahi wasallam memerintahkan untuk membangun masjid lalu berkata: “Wahai Bani Najjar tentukanlah harganya (juallah) kepadaku kebun-kebun kalian ini”. Mereka berkata :“Demi Allah kami tidak membutuhkan uangnya kecuali kami berikan untuk Allah (HR. Bukhari).

Baca juga: Riyadhus Shalihin, Kitab Imam Nawawi, Membahas Tazkiyah, Adab, dan Akhlak

Menurut pendapat yang kedua, sebagian ulama berpendapat bahwa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf adalah Umar bin al Khattab r.a atas bagian tanahnya di Khaibar. Wakaf yang dilaksanakan oleh Umar bin Al Khathab ini ternyata mendorong para sahabat lainnya untuk bersegera dalam mewakafkan hartanya, seperti Abu Thalhah r.a yang mewakafkan kebun kesayangannya, Bairahah terutama setelah turunnya QS Ali Imran ayat 92 yang artinya:

Kamu sekali-kali tidak sampai pada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebahagiaan harta yang kamu cintai. Apa pun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya.”

Sejarah Wakaf Pada Masa Khulafaur Rasyidin

Menurut pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Sahabat Umar bin Khattab. Sayyidina Umar bin Khattab r.a mewakafkan sebidang tanah di Khaibar atas pengajuannya untuk meminta saran kepada Rasulullah SAW dan akhirnya diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk dikelola tanah tersebut dan hasilnya dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan seperti orang fakir, hamba sahaya, kerabat, tamu dan orang miskin.

Kemudian ada Sahabat Sayyidina Utsman Bin ‘Affan yang mewakafkan sebuah sumur yang ia beli dari seorang Yahudi, bernama sumur Raumah. Sejak saat itu Sumur Raumah dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk orang Yahudi pemilik lamanya. Sumur tersebut dimanfaatkan warga salah satunya untuk mengairi kebun kurma.

Wakaf sumur Utsman kini terus berkembang. Oleh pemerintah Utsmaniyah, wakaf Utsman dijaga dan dikembangkan. Kemduian perawatan wakaf sumur Utsman ini dilanjutkan oleh Kerajaan Saudi. Alhasil, di kebun tersebut tumbuh sekitar 1550 pohon kurma. Kerajaan Arab melalui Kementerian Pertanian mengelola hasil kebun wakaf Utsman tersebut.

Dimana hasil dari panen kebun kurma dibagi dua, sebagian lain dibagikan kepada anak-anak yatim dan fakir miskin serta sebagian lainnya disimpan di sebuah bank dengan rekening atas nama Utsman Bin ‘Affan. Rekening atas nama Utsman bin Affan dipegang oleh Kementerian Wakaf.

Dengan begitu ‘kekayaan’ Utsman bin Affan yang tersimpan di bank terus bertambah sampai pada akhirnya digunakan untuk membeli sebidang tanah di kawasan Markaziyah (area eksklusif) dekat Masjid Nabawi. Diatas tanah itulah dibangun hotel Utsman bin Affan  dari uang rekeningnya, hotel Utsman Bin ‘Affan dibangun tepat di samping Masjid yang juga atas nama Utsman bin Affan.

Baca juga: 4 Tugas Nadzir Wakaf dan Orang yang Berhak Menunjuknya 

Sejarah Wakaf Pada Masa Dinasti-Dinasti Islam

Praktik wakaf menjadi luas pada dinasti Umayah dan dinasti Abbasiyah, semua orang berduyun-duyun untuk melaksanakan wakaf. Pada dinasti Umayyah yang menjadi hakim di Mesir adalah Tabah bin Ghar al-Hadhramiy pada masa khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Hakim Taubah mendirikan Lembaga wakaf di Basrah. Sejak itulah pengelolaan lembaga wakaf dibawah Departemen Kehakiman yang dikelola dengan baik hasilnya disalurkan kepada yang berhak dan membutuhkan.

Pada dinasti Abbasiyah terdapat lembaga wakaf yang disebut dengan “Shadr al-Wuquuuf” yang mengurus administrasi dan memilih staf pengelola lembaga wakaf. Pada dinasti Ayyubiyah di Mesir perkembangan wakaf cukup menggembirakan, dimana hampir semua tanah-tanah pertanian menggembirakan, dimana hampir semua tanah-tanah pertanian menjadi harta wakaf dan semuanya dikelola oleh Negara dan menjadi milik Negara (baitul mal).

Orang yang pertama kali mewakafkan tanah milik Negara adalah Raja Nuruddin Asy-Syahid dengan ketegasan fatwa yang dikeluarkan oleh seorang ulama yang bernama Ibnu Ishrun dan didukung oleh para ulama lainnya bahwa mewakafkan harta milik Negara hukumnya boleh.

Shalahuddin al-Ayyuby banyak mewakafkan lahan milik Negara untuk kegiatan pendidikan, seperti mewakafkan beberapa desa untuk pengembangan madrasah mazhab asy-Syafi’iyah, madrasah al-Malikiyah dan madrasah al-Hanafiyah dengan dana melalui model mewakafkan kebun dan lahan pertanian, seperti pembangunan madrasah mazhab Syafi’I di samping kuburan Imam syafi’i dengan cara mewakafkan kebun pertanian dan pulau al-Fil.

Dalil tentang Wakaf

Menurut Al-Quran

Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas.  Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain: 

“Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Q.S. al-Baqarah (2): 267) 

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.” (Q.S. Ali Imran (3): 92) 

Baca juga:  BSI Maslahat Tandatangani Komitmen Kembangkan Wakaf Produktif dan Kota Wakaf

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi sesiapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah (2): 261)

Menurut Hadits

Salah satu hadits yang  menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah; 

“Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya,  dan anak soleh yang mendoakannya.”

Selain dasar dari al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijma’) menerima wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum Muslimin sejak masa awal Islam hingga sekarang.

Dalam konteks negara Indonesia, amalan wakaf sudah dilaksanakan oleh masyarakat Muslim Indonesia sejak sebelum merdeka. Oleh karena itu pihak pemerintah telah menetapkan Undang-undang khusus yang mengatur tentang perwakafan di Indonesia, yaitu Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf.

Untuk melengkapi Undang-undang tersebut, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 41 tahun 2004.

BSI Maslahat adalah lembaga Nazhir dan Amil Zakat Nasional yang merupakan mitra strategis dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) yang terdepan dalam menguatkan ekosistem ekonomi syariah.

Sahabat dapat menyalurkan dana wakaf nya ke BSI Maslahat dengan cara klik link berikut: atau transfer ke rekening 7180048008 a.n. BSI Maslahat – Wakaf Uang atau bisa dengan scan QR code berikut ini.