Puluhan Tahun Seberangi Sungai untuk Salat, BSI Maslahat Bangun Masjid untuk Warga Tiga Kampung di Kabupaten Pangkep  

Selama bertahun-tahun, warga Kampung Polo’a, Karunrung, dan Tegolakbuah di Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) harus berjuang keras untuk bisa beribadah secara berjamaah. Setiap waktu salat, mereka menaiki perahu menyusuri sungai atau berjalan kaki sejauh 2 (dua) kilometer menuju masjid di Kampung Mattowanging. Perjalanan itu bukan tanpa risiko. Ketika hujan turun, air sungai meluap menjadikan jalanan tambak licin, membuat langkah mereka semakin sulit.  

Kendati harus menempuh perjalanan yang melelahkan, semangat mereka untuk beribadah tak pernah surut. Untuk menjaga kebersihan saat salat, warga membawa pakaian ganti yang dibungkus rapi dalam plastik. Setiap kali menuju masjid di Kampung Mattowanging, pakaian yang dikenakan kerap basah dan kotor akibat medan yang sulit dilalui. Anak-anak, orang tua, dan lansia tetap melangkah, demi bisa berjamaah di satu-satunya masjid terdekat dari kampung mereka. Harapan akan masjid di kampung sendiri menjadi doa yang tak henti mereka panjatkan dalam setiap sujud panjang. 

Kini, harapan itu terjawab dengan berdirinya Masjid Baitus Salam Indonesia di Kampung Polo’a, Desa Bonto Manai, Kecamatan Labakkang. Masjid ini hadir berkat sinergi antara BSI Maslahat dan Yayasan Masjid Nusantara. Bangunan masjid berdiri kokoh di tengah kampung, menjadi jawaban atas doa yang telah lama dipanjatkan. Warga menyambutnya dengan haru, mengenang tahun-tahun panjang penuh keterbatasan dan kesulitan. Kini, mereka tak lagi harus menempuh perjalanan jauh dan sulit untuk beribadah. 

Masjid di Atas Air Menjadi Kebahagiaan Masyarakat Pesisir 

Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, dikenal sebagai wilayah pesisir yang luas dan menjadi salah satu daerah penghasil garam utama di Indonesia bagian timur. Wilayah ini terdiri dari daratan dengan kawasan karst yaitu wilayah bentang alam yang dicirikan oleh karakteristik geologis yang unik, seperti bentuk topografi tidak beraturan, drainase permukaan yang langka, dan sistem sungai bawah tanah yang dominan serta pulau-pulau kecil yang tersebar di sepanjang pesisir. Di antara hamparan tambak garam yang membentang, Kecamatan Labakkang menjadi pusat aktivitas masyarakat yang menggantungkan hidup dari hasil tambak.  

Di tengah keterbatasan ekonomi, warga Kampung Polo’a, Karunrung, dan Tegolakbuah menjalani kehidupan yang sederhana. Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai petani tambak garam, dengan penghasilan yang tidak menentu dan jauh dari kata cukup. Kondisi ini membuat mereka tak mampu bergotong royong membangun tempat ibadah yang layak di kampung sendiri.  

Baca juga : Pembangunan Masjid Darurat di Gaza Palestina Oleh BSI Maslahat

Berkat dukungan BSI Maslahat, pembangunan Masjid Baitus Salam Indonesia berlangsung lancar selama tiga bulan. Proses pembangunan masjid melibatkan warga Kampung Polo’a yang dengan ikhlas turut mengambil bagian. Masjid ini dibangun di atas air, dikelilingi oleh pemukiman warga dan tambak garam yang menjadi sumber kehidupan mereka. Kapasitas masjid mencapai 90–100 jamaah, dilengkapi dengan fasilitas tempat wudhu dan toilet yang sebelumnya sulit diakses warga.  

Masjid ini bukan hanya hasil dari kolaborasi lembaga, tetapi juga buah dari cinta dan kepedulian warga, termasuk tokoh masyarakat Nor Rahmat Syahib, yang mewakafkan tanah seluas 200 meter persegi untuk mendirikan masjid tersebut. 

Alhamdulillah, kini setiap sore, lantunan ayat suci mulai terdengar dari Masjid Baitus Salam Indonesia. Suara anak-anak mengaji mengalun lembut, menandai bahwa masjid ini telah menjadi bagian dari kehidupan warga. Setelah sekian lama merindukan tempat ibadah di kampung sendiri, masyarakat kini tak hanya salat berjamaah, tetapi juga memulai aktivitas keagamaan lainnya. 

Baca juga : BSI Maslahat Bersama Muhammadiyah Resmikan Masjid padepokan KH Ahmad Dahlan Yogyakarta

Di antara wajah-wajah haru yang menyambut berdirinya Masjid Baitus Salam Indonesia pada peresmian beberapa waktu lalu (18/10), Daeng Tiko adalah salah satunya. Pria asal Makassar itu telah menetap di Desa Bonto Manai selama tujuh tahun. Ia mengenang masa-masa sulit ketika harus menunaikan salat berjamaah di masjid yang letaknya jauh di Kampung Mattowanging. 

“Saya biasa salat di sana,” ujarnya pelan, sambil menunjuk arah tambak garam yang memisahkan kampungnya dari masjid terdekat. 

“Kalau hari besar seperti Idul Fitri atau Idul Adha dan hujan turun, kami tidak salat ke sana, ya salat di rumah saja. Waktu itu sampai ada dua orang jatuh dari perahu karena mau salat,” tutur Daeng Tiko dengan suara bergetar, mengenang kejadian yang tak terlupakan tersebut. 

“Terima kasih kepada BSI Maslahat yang sudah memberikan kebahagiaan kepada kami dengan membangun masjid di kampung kami.” 

Berdirinya Masjid Baitus Salam Indonesia menjadi simbol harapan baru bagi masyarakat kampung tersebut. Masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga diharapkan menjadi pusat kegiatan sosial dan pendidikan Islam. Sebagaimana fungsi masjid di masa Rasulullah SAW, kehadirannya menjadi ruang pembinaan umat, tempat tumbuhnya nilai-nilai keimanan, kebersamaan, dan penguatan spiritual masyarakat. 

Baca juga : BSI Maslahat dan Masjid Nusantara Resmikan Masjid Baitus Salam Indonesia di Pangkep