Sejarah Tahun Gajah dan Pelajaran Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama

Dalam sejarah bangsa-bangsa Arab, khususnya dalam sejarah Islam, Tahun Gajah (‘am al-fil) merupakan salah satu peristiwa penting dalam ingatan umat Islam. Seperti diketahui, momen inilah yang mengiringi kelahiran Nabi Muhammad SAW, pemimpin umat Islam.

Momen ini dilestarikan secara budaya dengan lagu-lagu pujian atas kelahiran Nabi SAW sebelum salat di masjid-masjid desa. Faktanya, Al-Qur’an mencatat peristiwa ini secara rinci dalam sebuah surat.

Namun memahami peristiwa ini hanyalah sebagai tanda lahirnya Nabi Muhammad SAW. Padahal, di balik peristiwa tersebut,  selain hanya terjaganya baitullah (Ka’bah) dari penghancuran pasukan gajah raja Abrahah, apalagi dalam kaitannya dengan kerukunan dalam kehidupan antar umat beragama terdapat pelajaran penting tentang kerukunan antar umat beragama yang dapat dipetik dari memahami peristiwa ini.

Pemahaman peristiwa ini memberikan pelajaran penting tentang kerukunan antar umat beragama, terutama dalam hal kerukunan hidup antar umat beragama.

Baca juga: Lafal Doa Nabi Yunus Dibaca 40 Kali Setelah Shalat Subuh

Abrahah, pemimpin Pasukan Gajah, diutus oleh Ariat, utusan Raja Negus (Najashi), yang berencana menyerang Yaman, seperti yang dijelaskan oleh Philip K Hitti dalam A History of the Arabs pemimpin  di bawah komandonya.

Penyerangan tersebut dilakukan atas permintaan Justin I dari Kekaisaran Bizantium akibat penindasan terhadap umat Kristen setempat yang telah bersekutu dengan musuh  penguasa Kristen di Abyssinia.

Dengan kemenangan pasukan Raja Negus, tanah Yaman ditempatkan di bawah komando Panglima Ariyat. Namun menurut Philip K Hitti, Abraha berhasil melakukan kudeta terhadap Ariyat dan menjadi gubernur koloni.

Ia membangun gereja katedral terbesar saat itu di kota Shana. Padahal, motif pembangunan gereja ini adalah untuk melawan aktivitas keagamaan dan ekonomi Mekkah akibat Ka’bah. Dari sinilah konflik berbasis agama bermula.

Tahun Gajah menandai klimaks konflik kutub kekuasaan antara masyarakat Arab bagian utara (Mekkah) dan masyarakat Arab bagian selatan (Yaman). Ada lagi cerita tentang kronologi penyerbuan gajah oleh Raja Abraha oleh Kiai Shole Darat dalam kitab Hadza Fasholatan.

Baca juga: Keutamaan dan Kandungan Surat Al-Hadid, Peringatan Agar Selalu Ingat Allah

Menurut beliau, Gereja Abrahah didirikan atas restu Raja Najasi untuk memberikan pengakuan terhadap keagungan Ka’bah yang dikunjungi setiap tahunnya. Lebih lanjut, ia melarang seluruh umatnya pergi ke Ka’bah atau beribadah di gereja yang ia dirikan.

Kebijakan ini kemudian diterima oleh masyarakat Mekah, termasuk elit Mekah Malik bin Kinana. Malik adalah seorang tetua suku Quraisy yang melayani jamaah haji di Ka’bah dan memenuhi kebutuhan mereka. Mendengar hal tersebut, dia pergi ke Yaman untuk menghancurkan gereja yang bersaing dengan Ka’bah.

Menurut Kiai Sholeh Darat, dia masuk ke Yaman pada tengah malam dengan menyamar dan merusak gereja. Bahkan lebih dari itu, ia membuang kotoran dan menempelkannya pada dinding gereja kebanggan pemimpin Yaman tersebut. Di pagi harinya, masyarakat melaporkan kejadian ini kepada Abrahah. Atas kejadian ini, ia murka dan berjanji akan mendatangi Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah. Sebagaimana dipaparkan Kiai Sholeh Darat:

moko nuli sumpah raja Abrahah, Wallahi yekti budal ingsun marang Mekkah arah ngrusak Ka’bah Mekkah kerono ora ono ingkang gawe rusuh Ka’bahku anging wong Mekkah

Artinya:

“maka kemudian raja Abrahah bersumpah, demi Tuhan, sungguh aku (akan) menuju Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah Mekkah, karena tidak ada yang membuat kerusuhan kecuali orang Mekkah”.

Dalam Hazza Kitab Fasholatan yang ditulis oleh Kiai Sholeh Darat, saat menjelaskan arti Gajah surah al-Fil ini merujuk pada Gajah Mahmud milik Raja Abraha penguasa Yaman. Gajah Mahmud adalah gajah putih yang diberikan kepadanya oleh Raja Najasi ketika dia mengizinkan Abrahah dan pasukannya menyerang Mekah

Baca juga: Cara Berbakti Kepada Orang Tua yang sudah meninggal, Yuk Baca Doa ini 

Al-Quran merekam peristiwa ini dalam sebuah surat bernama Al-Fil (gajah). Dari sini kita dapat memetik pelajaran bahwa pertama, pertentangan dan konflik antar umat beragama sarat motif dan faktor di luar aspek keagamaan. Dalam konteks peristiwa tahun gajah ini, motif ekonomi-politik sangat nampak dalam pendirian gereja Yaman dan penyerangan gereja Yaman oleh Malik bin Kinanah. Mereka sama-sama hendak mempertahankan sumber daya ekonomi dan politik kedua belah pihak. Hal yang demikian juga sangat mungkin terjadi di negara ini.

Kedua, konflik antar umat beragama terjadi karena kegagalan dari masing-masing pihak untuk menahan diri. Terlepas dari kegagalan pasukan Abrahah menyerang Ka’bah, Malik bin Kinanah menjadi provokator dan pemicu konflik serius yang terjadi. Tanpa adanya kesadaran untuk menahan emosinya masing-masing, konflik antar umat beragama mudah tersulut, terlebih dalam konteks wilayah yang sangat beragam seperti Indonesia.

Tahun gajah dengan demikian tidak hanya menjadi penanda kelahiran Nabi Muhammad, melainkan juga menjadi pengingat bagi kita semua bahwa kehidupan yang damai dan rukun lebih diidam-idamkan daripada perseteruan yang didasarkan atas kepentingan agama. Apalagi dibalut dengan kepentingan politk dan ekonomi. Wallahu A’lam bi al-shawab.