Wajibkah Melaksanakan Ibadah Kurban Jika Mampu?  

Kurban merupakan ibadah yang dilaksanakan satu tahun sekali dengan hukum sunnah muakad. Sunnah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan oleh umat muslim. Lalu, bagaimana hukummnya jika tidak berkurban padahal mampu menurut syariat? Simak ulasan berikut: 
 

Wajibkah Ibadah Kurban Jika Mampu? 
 
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjawab : Udhhiyyah (hewan kurban) adalah hewan yang disembelih oleh seseorang dalam rangka beribadah kepada Allah Azza wa Jalla pada hari raya Idul ‘Adha dan tiga hari setelahnya. Ibadah ini termasuk diantara ibadah-ibadah yang paling afdhal (terbaik). Karena Allah Azza wa Jalla menyebutkannya beriringan setelah perintah shalat dalam firman-Nya : 

 

 
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ 

 
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah.” [QS. Al-Kautsar: 1-2] 

 

Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman : 

  

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ 

  

Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allâh, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allâh)”. (QS. Al- An’am : 62-163) 

 

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah berkurban dengan dua hewan, satu atas nama beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kelurga dan yang satu lagi atas nama semua umat beliau yang beriman. Hal ini diriwayatkan oleh HR Ahmad dan Ibnu Majah.  
 

Para ulama berbeda pendapat mengenai apakah ibadah kurban itu wajib atau kah tidak. Hal ini menjadi dua pendapat. Dalam fatwa yang lain, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menyebutkan pilihan beliau yaitu sunnah mu’akkadah. Diantara para ulama, ada yang mengatakan bahwa ibadah kurban ini hukumnya menjadi wajib bagi yang mampu, karena ada perintah dari Allah untuk melakukannya di dalam Al-Qur’an, yaitu dalam firman Allah Azza Wa Jallah sebagai berikut: 
 

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ 

  

Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah. [al-Kautsar/108:1-2] 

  

Juga berdasarkan perintah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada orang yang melakukannya sebelum shalatId agar dia menyembelih hewan kurban lagi setelah 

Shalat. Hal ini termaktub dalam HR. Bukhari, Kitâbul Adhâhi, Bâb Man Dzabaha Qablas Shalâti fal Yu’id (no. 5561) dan Muslim dalam Kitâbul Adhâhi, Bâbu Waqtiha (no. 1960).  

 

Bahkan dalam riwayat lain,  
مَنْ وَجَدَ سَعَةً وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا 

  

Artinya : “Barang siapa memiliki kemampuan tapi dia tidak melakukan ibadah kurban, maka janganlah dia mendekati masjid kami.” Dalam HR. Ahmad 2/321 dan Ibnu Mâjah, Kitâbul Adhâhi, Bâbul Adhai Wajibah Hiya am La (no. 3123) dan al-Hakim (2/389). 
 
Oleh karena itu, tidak selayaknya bagi orang yang mampu meninggalkan ibadah kurban. Hendaklah dia berkurban dengan satu hewan (kambing) atas nama dia dan keluarganya. Dan tidak sah dua orang atau lebih dalam kepemilikan seekor kambing kurban. Sedangkan pada sapi atau unta, maka itu boleh ada tujuh orang bersekutu dalam kepemilikannya. Sekali lagi, ini dalam kepemilikan.  

 

Sebuah riwayat dari Jabir radhiyallahu anhu, juga menjelaskan hal tersebut. Dia berkata, “Kami menyembelih bersama Nabi SAW di Hudaibiah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang.” (HR Muslim). 
 
Adapun bersekutu dalam pahala, maka tidak apa-apa seseorang berkurban dengan satu kambing atas nama dirinya dan keluarganya, meskipun jumlahnya banyak. Bahkan dia boleh berkurban atas nama dirinya dan seluruh Ulama Islam atau yang serupa dengan itu, (misalnya) atas nama banyak orang sampai tidak ada yang bisa menghitungnya kecuali Allah Azza wa Jalla.