Berapa Maksimal Seorang Shahibul Kurban Boleh Memakan Daging Kurban

\"\"

Hari Raya Iduladha identik dengan pemotongan hewan kurban bagi umat Islam. Ibadah kurban adalah menyembelih hewan ternak yang memenuhi syarat tertentu pada Hari Raya Iduladha dan hari-hari tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijah) untuk beribadah serta mendekatkan diri kepada Allah SWT.

 

Orang yang berkurban dalam Islam dikenal sebagai shahibul kurban. Untuk menjadi shahibul kurban, muslim harus memenuhi beberapa syarat tertentu.

 

Berikut ini beberapa syarat menjadi shahibul kurban:

 

        1.       Muslim

        2.       Berakal sehat

        3.       Memiliki kelebihan harta setelah kebutuhan pokok terpenuhi

        4.       Sudah balig

 

Dalam pemotongan hewan kurban, terdapat jatah daging bagi shahibul kurban. Jatah tersebut dibatasi karena daging kurban seyogianya disedekahkan kepada orang yang membutuhkan.

 

Di samping itu, shahibul kurban mendapatkan jatah daging hanya pada kurban sunah.

 

Kurban jenis itu bahkan menganjurkan shahibul kurban mengonsumsi daging hewan yang disembelih.

 

Anjuran tersebut termuat dalam Surah Al Hajj ayat 36 sebagai berikut:

 

“Dan unta-unta itu Kami jadikan untuk-mu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah [ketika kamu akan menyembelihnya] dalam keadaan berdiri [dan kaki-kaki telah terikat].

 

Kemudian apabila telah rebah [mati], maka makanlah sebagiannya dan berilah makanlah orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya [tidak meminta-minta] dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan [unta-unta itu] untukmu, agar kamu bersyukur,” (Q.S. Al-Hajj [22]: 36).

 

Sementara pada kurban wajib, shahibul kurban dilarang memakan hewan ternak yang disembelih tersebut.

 

Para ulama berbeda pendapat mengenai berapa maksimal seorang shahibul kurban boleh memakan daging kurban. Di antara pendapat yang umum digunakan yakni sepertiga, satu sampai tiga suap, dan bagian selain yang disedekahkan (tidak ada batasan tertentu).

 

Berikut ini penjelasan ketiga batasan jatah daging shahibul kurban tersebut:

 

1. Jatah Sepertiga

 

Terdapat pendapat sejumlah ulama yang memperbolehkan shahibul kurban memakan daging kurban maksimal sepertiga bagian. Namun, anjuran pengambilan jatah shahibul kurban sebaiknya kurang dari porsi tersebut.

 

Jatah sepertiga senada dengan tulisan Afifudin Muhajir, pakar Ushul Fikih Nahdlatul Ulama (NU) dalam kitab Fathul Mujibil Qarib (2014) sebagai berikut: “ … Orang yang berkurban dianjurkan memakan [daging kurban sunah] sepertiga atau lebih sedikit dari itu,” (Hlm. 207).

 

Akan tetapi, Afifudin Muhajir dalam kitab yang sama menekankan, shahibul kurban dilarang menjual bagian apa pun dari hewan kurbannya. Jatah hewan kurban untuk shahibul kurban hanya boleh untuk dimakan.

 

2. Satu sampai Tiga Suap

 

Shahibul kurban disunahkan mengonsumsi daging kurbannya, yakni satu hingga tiga suap. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan berkah (tabaruk). Sementara itu, bagian daging lainnya disedekahkan.

 

M. Ali Zainal Abidin dalam “Seberapa Banyak Pekurban Boleh Mengonsumsi Daging Kurbannya?” di NU Online menuliskan kesunahan mengonsumsi daging hewan kurban satu sampai tiga suap.

 

Hal tersebut senada dengan penjelasan Syekh Zainuddin Bin Abdul Aziz Al-Malibari, ulama Mazhab Syafi’i dalam kitab Fath Al-Mu\’in (tanpa tahun) sebagai berikut:

 

“Hal yang lebih utama adalah menyedekahkan keseluruhan daging kurban kecuali satu suapan dengan niatan mengharap berkah dengan mengonsumsi daging itu. Hendaknya daging tersebut dari bagian hati. Hendaknya orang yang berkurban tidak mengonsumsi lebih dari tiga suapan”

 

3. Bagian selain yang Disedekahkan ke Fakir Miskin

 

Terdapat pendapat yang menyatakan tidak ada batasan jatah daging kurban bagi shahibul kurban.

 

Mengutip dari sumber sama tulisan M. Ali Zainal Abidin di NU Online, beberapa ulama Mazhab Syafi’i memperbolehkan shahibul kurban mengonsumsi seluruh daging kurbannya setelah disedekahkan sebagian kecil ke fakir miskin.

 

Pendapat tersebut senada dengan penjelasan Ibnu Hajar Al-Haitami, ulama Mazhab Syafi’i dalam kitab Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra (1983) sebagai berikut:

 

“Tujuan kurban adalah mengalirkan darah hewan beserta wujud belas kasih kepada orang-orang miskin, dengan [memberikan] bagian minimal dari hewan kurban yang tidak signifikan. [Jika] Maksud tujuan ini sudah terpenuhi, maka tidak perlu adanya wujud ganti rugi”

 

Meskipun demikian, yang paling utama adalah shahibul kurban tidak mengambil daging kurban dengan jumlah terlalu banyak. Sebab, sebagian besar daging kurban seyogianya disedekahkan, terutama kepada para fakir dan miskin.BSI Maslahat merupakan mitra strategis dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) dalam melakukan penghimpunan dan penyaluran dana ZISWAF, CSR dan Dana Sosial yang berpacu pada indikator sustainability. Sehingga pemanfaatan programnya dapat berdampak luas. 

 

Pada tahun ini, BSI Maslahat membantu para mudhohi untuk membeli hewan kurban dengan cara mudah melalui BSI Mobile https://bsim.page.link/pembelian-hewan-kurban  , transfer, QRIS, kantor perwakilan BSI Maslahat seluruh Indonesia dan platform digital https://goamal.org/kurban/  .

 

Selain live streaming, para mudhohi juga akan diberikan foto penyembelihan hewan dan sertifikat telah menunaikan kurban di BSI Maslahat. 

 

 

 

Â